Pecatan TNI Edy Purwanto (54), dilaporkan istrinya ke polisi karena
telah melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Penyebabnya, pria
asal Dusun Banjarsari, Desa Sekar Gadung, Kecamatan Pungging, Mojokerto,
Jawa Timur, itu cemburu.
Rasa cemburu Edy membuncah ketika istrinya yang bernama Komsatun
(40), warga Jalan Baharudin, Kecamatan Benowo, Surabaya itu memanasinya
dengan aksi perselingkuhan. Akibat perbuatannya, Edy ditangkap polisi,
"Dia
(Komsatun) bilang sama saya waktu di telpon. Dia malah menantang. Dia
bilang 'Kamu mau apa, saya lagi tidur sama selingkuhan saya'," kata Edy
menirukan kalimat istrinya di hadapan penyidik, Kamis (1/8).
Mendengar
kalimat itu, Edy lantas pulang ke Surabaya, lalu menganiaya istrinya
itu. Akibatnya, Komsatun mengalami luka memar di bagian telinga, wajah
dan dada. Bahkan, hidung korban mengeluarkan darah, dan terpaksa dirawat
di Rumah Sakit (RS) Prof Dr Soekandar, Mojosari.
"Sebenarnya saya
nggak mau mukul, saya terpaksa, karena istri saya sudah sangat
keterlaluan. Dia saya cerai nggak mau, malah marah-marah, mecahin semua
perabotan. Tapi dia selingkuh sama pria lain, jadi saya marah dan mukul
dia," ujar bapak satu anak itu.
Tapi apapun alasannya, karena
sudah terbukti melakukan KDRT, pecatan TNI karena desersi pada 1989 itu
terpaksa diamankan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA)
Polrestabes Surabaya.
"Saya desersi tahun 1989 karena punya istri
dua. Anak saya cuma satu dari istri pertama saya. Terus saya cerai dan
menikah lagi sama istri sekarang," ujar pria yang menikahi Komsatun
empat tahun silam itu lagi.
Sementara itu, Kasubbag Humas
Polrestabes Surabaya, Kompol Suparti mengatakan, tersangka ditangkap
polisi atas laporan Komsatun.
"Akibat dipukul sama tersangka,
korban harus opname. Sebelum dianiaya suaminya, mereka sudah sering
cekcok, puncaknya saat tersangka mendengar istrinya selingkuh lalu
melakukan penganiayaan," ujarnya.
Selanjutnya, sesuai Pasal 44
ayat (1) UU RI Nomor 23 tahun 2004 tentang tindak Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT), tersangka terancam hukuman lima tahun penjara. "Tersangka
terancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 15
juta," terangnya.